Pada abad ke-5 M, di wilayah Jabar berdiri kerajaan Tarumanegara dengan Raja bernama Purnawarman dan menurut Prof. Dr. Purbatjaraka istana kerajaan ini terletak di dekat sungai Ciliwung dan sungai Bekasi. Kerajaan Tarumanegara sendiri runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serangan Kerajaan Sriwijaya. Namun, keberadaannya sebenarnya masih tetap ada hingga abad ke-10 Masehi(Rohedi, 1975:31). Menjelang keruntuhan Tarumanegara, di Jawa Barat ada 2 kerajaan besar yakni Kerajaan Galuh (abad ke-8) dan Kerajaan Pajajaran (abad ke-14). Diantara kedua kerajaan tersebut, yang memiliki pengaruh cukup besar adalah Kerajaan Pajajaran hingga Bekasi dibawah kekuasaanya.
Pada masa Kerajaan Pajajaran, Bekasi merupakan salah satu daerah sangat penting karena letaknya yang sangat strategis sebagai daerah antara ke pelabuhan Sunda Kelapa.
Kekuasaan Kerajaan Pajajaran semakin surut setelah pelabuhan Sunda Kelapa jatuh ke tangan kalangan muslim dibawah pimpinan Fatahillah, menantu Sultan Demak (Pangeran Trenggana). Kehadiran kesatuan Islam di Sunda Kelama lambat laun telah menggeser kekuasaan Pajajaran. Namun Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527.
Pada bulan April 1619 terjadi pertempuran antara Jayakarta melawan VOC. Akhirnya Jayakarta dapat ditundukkan oleh VOC pada tanggal 31 Mei 1619 dan wilayah kekuasaannya meliputi daerah kekuasaan Jayakarta sebelumnya, termasuk Bekasi.
Setelah VOC berkuasa, Jayakarta berubah menjadi
Sejarah Bekasi tidaklah dapat dipisahkan dari kolonialisme Belanda, pada saat itu Bekasi merupakan salah satu distrik (kawedanaan) dari Afdeeling/regenschap Meester Cornelis, yaitu Residensi Batavia yang dibagi menjadi tiga onderdistrik yang didalamnya terdapat tuan-tuan tanah dan dibagi lagi dalam kesatuan administrasi terkecil yang disebut kampung. Akibat diterapkannya system penguasaantanah secara partikelir, maka pada tahun 1869 terjadi pemberontakan petani Bekasi di Tambun. Pada tanggal 6 September berdiri Sarekat Islam Cabang Bekasi yang tujuannya ingin menyusun kekuatan untuk melawan tuan tanah.
Setelah pemerintahan Hindia Belanda takluk kepada Jepang, kemudian Jepang mengambil alih seluruh administratif pemerintahan dan keamanan sampai ke tingkat kampung. Sejak awal pemerintahan, semua partai politik dibubarkan sampai akhirnya terbentuk Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) dan pada tanggal 8 Januari 1944 didirikan organisasi yang lebih luas yaitu Jawa Hokokai (Kebangkitan Jawa).
Saat Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, kota-kota disekitar Jakarta seperti Tangerang, Bogor, dan Bekasi menyambutnya dengan semangat dan penuh suka cita, bahkan sempat menimbulkan kekerasan dengan cara melucuti persenjataan setiap tentara Jepang yang tertangkap dan tidak sedikit yang terbunuh.
Sejak itu di Bekasi muncul beberapa pergerakan masyarakat yang tujuaanya untuk melawan pendudukan Jepang yang kejam dan menyengsarakan rakyat. Pada tanggal 19 Oktober 1945 terjadi insiden Kali Bekasi dan tanggal 23 November 1945 dimulainya peristiwa Bekasi lautan api yaitu terjadi pertempuran antara masyarakat Bekasi dengan tentara sekutu.
Situasi tahun 1949 masih diwarnai pertempuran dan diplomatis, Bekasi masih merupakan kawedanaan, bagian dari Kabupaten Jatinegara. Kemudian awal tahun 1950 para tokoh masyarakat Bekasi membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi, dan pada tanggal 17 Januari 1950 Panitia Amanat Rakyat mengadakan rapat raksasa dengan semua rakyat Bekasi. Dalam rakyat itu selain adanya beberapa tuntutan, rakyat Bekasi meminta kepada pemerintah agar Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi. Setelah tiga kali pembicaraan antara bulan Februari sampai Juni 1950 akhirnya Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri RIS menyetujui pembentukan Kabupaten Bekasi.
Penggantian nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi tertuang dalam UU No. 14 tanggal 8 Agustus Tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten di Jabar serta memperhatikan PP No. 32 tanggal 14 Agustus 1950 tentang penetapan mulai berlakunya UU No. 12, 13, 14, dan 15 tahun 1950, dan realisasinya baru dilaksanakan tanggal 15 Agustus 1950 yang kemudian diakui sebagai lahirnya Kabupaten Bekasi/Hari Jadi Kabupaten Bekasi dengan Bupati pertama adalah R. Suhanda Umar, SH.
SEJARAH SINGKAT KABUPATEN BEKASI
Versi Pemda Bekasi
Dalam catatan sejarah, nama "Bekasi" memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut Poerbatjaraka -, seorang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno - Asal mula kata Bekasi, secara filosofis, berasal dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti "bulan" (dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan kata Sasi) dan Bhaga berarti "bagian". Jadi, secara etimologis kata Chandrabhaga berarti bagian dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi yang pengucapannya sering disingkat menjadi Bhagasi. Kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis "Bacassie" kemudian berubah menjadi Bekasi hingga kini. Bekasi dikenal sebagai "Bumi Patriot", yakni sebuah daerah yang dijaga oleh para pembela tanah air. Mereka berjuang disini sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan negeri tercinta dan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Ballada kepahlawanan tersebut tertulis dengan jelas dalam setiap bait guratan puisi heroik Pujangga Besar Chairil Anwar yang berjudul "Krawang - Bekasi".
Kini, Kabupaten Bekasi di usianya yang ke-57 tahun, banyak perubahan yang telah terjadi dari masa ke masa. Menelusuri jejak sejarah Kabupaten Bekasi, terungkap dalam rangkaian periodisasi kesejarahan sebagai berikut:
(1) Masa Kerajaan.
(2) Masa Penjajahan Belanda.
(3) Masa Pendudukan Jepang
(4) Masa Persiapan Kemerdekaan
(5) Masa Terbentuknya Kabupaten Bekasi
(6) Masa Pemberontakan PKI
(7) Masa Pembangunan
(1) MASA KERAJAAN
A. Masa Kerajaan Tarumanegara
Daerah Bekasi berdasarkan beberapa bukti sejarah (berupa Prasasti Tugu, Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi dan Prasasti Cidangiang), diduga merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanegara. Pada masa itu Sang Maharaja Purnawarman telah menggali dua buah# sungai, yakni sungai Chandrabhaga dan sungai Gomati yang mengindikasikan mulai dibukanya lahan pertanian yang subur di daerah ini. Kerajaan Tarumanegara mulai runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serangan Kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncullah Kerajaan Pajajaran yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap daerah Bekasi.
B. Masa Kerajaan Pajajaran (berdiri tahun 1255 Caka atau 1333 M)
Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Pajajaran sebagai salah satu pelabuhan sungai yang ramai dan penting artinya serta asset yang berharga bagi Kerajaan Pajajaran, karena memiliki akses langsung terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa. Keramaian Pelabuhan Sunda Kelapa sangat dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Bekasi yang berfungsi sebagai pelabuhan transit.
C. Masa Kerajaan Jayakarta
Daerah Bekasi ketika itu masih tetap merupakan pelabuhan transit bagi pelabuhan Sunda Kelapa. Periode ini ditandai dengan jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Fatahillah (Falatehan) kemudian namanya diganti menjadi Jayakarta (artinya,
(2) MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada masa ini ada tiga babak sejarah penting yakni :
(a). Peristiwa Penyerbuan Kerajaan Mataram ke
Masa ini cukup memberikan warna sejarah dan sosial-budaya bagi masyarakat Bekasi. Penyerbuan tentara Mataram ke
(b). Muncul "Tanah-Tanah Partikelir" pada akhir abad ke - 17 di
Daerah Bekasi dan sekitarnya. Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai daerah tanah-tanah partekelir dengan beberapa wilayah "Kemandoran" dan "Kademangan". Sistem penguasaan tanah partekelir ini menimbulkan kesengsaraan yang amat meresahkan masyarakat. Puncak keresahan tersebut ditandai dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Petani Bekasi di Tambun tahun 1869.
(e). Periode Pemerintahan Hindia Belanda.
Sebagai akibat politik ekonomi liberal (Politik Ethis) dan pelaksanaan Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian menjadi salah satu distrik di Regentschap Meester Cornelis berdasarkan Staatsblad 1925 No. 383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis terbagi menjadi empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu ibukota pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.
(3) MASA PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda takluk pada tanggal 8 Maret 1942 kepada Jepang. Pada awalnya, Jepang disambut dengan suka cita tetapi kegembiraan rakyat Bekasi ternyata hanya sekejap mata. Bahkan perlakuan Jepang dirasakan lebih buruk dibandingkan penjajah sebelumnya diantaranya adanya praktek romusha (kerja paksa) dan memaksa para pemuda mengikuti propaganda melalui penetrasi kebudayaan Jepang dan mendirikan Barisan Pemuda Asia Raya (Seperti Seinendan, Keibodan. Heiho dan tentara Pembela Tanah Air - PETA). Selain itu. para pemuda Bekasi membentuk juga organisasi lain seperti Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), (tokohnya Marzuki Urmaini, Muhayar, Angkut Abu Gozali, M. Husein Kamaly, Gusir) dan badan-badan perjuangan, diantaranya Markas Perjuangan Hizbullah Sabilillah (MPHS), yang dipimpin oleh KH. Noer Alie. Jepang pun mengubah sistem pemerintahan dan penamaannya, diantaranya adalah Regenschap Meester Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken, dan District Bekasi menjadi Bekasi Gun.
(4) MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN
Kedatangan tentara Inggris yang diboncengi NICA (Belanda) memacu pejuang pergerakan di
(5) MASA TERBENTUKNYA KABUPATEN BEKASI
Sejarah terbentuknya Kabupaten Bekasi dimulai dengan dibentuknya "Panitia Amanat Rakyat Bekasi" yang dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17 Pebruari 1950. Menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi : satu: Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik
1. Kewedanaan Bekasi, meliputi :
a. Kecamatan Bekasi terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Babelan terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cilingcing terdiri atas 3 desa
d. Kecamatan Pondok Gede terdiri atas 7 desa
2. Kewedanaan Tambun, meliputi :
a. Kecamatan Tambun terdiri atas 8 desa
b. Kecamatan Setu terdiri atas 9 desa
c. Kecamatan Cibitung terdiri atas 7 desa
3. Kewedanaan Cikarang, meliputi;
a. Kecamatan Cikarang terdiri atas 7 desa
b. Kecamatan Lemah Abang terdiri atas 8 desa
c. Kecamatan Cibarusah terdiri atas 11 desa
4. Kewedanaan Serengseng, meliputi :
a. Kecamatan Sukatani terdiri atas 9 desa
b. Kecamatan Pebayuran terdiri atas 6 desa
c. Kecamatan Cabangbungin terdiri atas 5 desa
Dengan demikian, maka daerah Kabupaten Bekasi menurut wilayah administrasi pemerintahan meliputi 4 kewedaan dengan 13 kecamatan yang terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan ini terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus 1962 dengan sesanti. "SWATANTRA WIBAWA MUKTI" yang diartikan sebagai "Daerah yang Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan Jaya-Makmur".
(6) MASA PEMBERONTAKAN PKI
Periode ini ditandai dengan terjadinya upaya dominasi komunis diberbagai daerah dengan tokoh utama PKI Bekasi, Abbas Djunaedi dan Peristiwa G 30 S / PKI, serta upaya pemberantasan PKI oleh rakyat dan pemuda Bekasi serta pihak keamanan yang bersatu padu menjaga keutuhan bangsa dari rongrongan komunisme, diantaranya dibentuknya Komando Aksi Tumpas (tokoh utamanya adalah Ki Agus Abdurachman (Pemuda Pancasila), Dadang Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurachman Mufti, Ateng Siroj, Muhtadi Muchtar (PH) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila) serta tokoh-tokoh lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, IPM dan lain-lain), serta Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh Ateng Siroj dan Damanhuri Husein sebagai sekretaris.
(7) MASA PEMBANGUNAN
Sebelum dilaksanakannya, Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap Pertama (Repelita I) tahun 1969 - 1974 kondisi daerah Kabupaten Bekasi masih sangat memprihatinkan; kemampuan pemerintah daerah sangat terbatas, sedangkan keadaan masyarakat sangat tertinggal dan miskin, lebih dari itu kondisi infra struktur, seperti jalan, jembatan, pengairan, listrik, bahkan prasarana pendidikan dan kesehatan sangat minim. Dengan demikian pilihan prioritas untuk memulai pembangunan menjadi cukup sulit Pada awal dasawarsa enam puluhan Pemerintah Pusat memulai pembangunan Saluran Induk Tarum Barat sebagai bagian dari jaringan irigasi Jatiluhur. Pekerjaan tersebut diawali dengan pembuatan saluran primer, kemudian saluran-saluran sekunder dan terakhir saluran-saluran tertier. Sebagian besar dilakukan dengan pola Padat Karya, sehingga sekaligus bisa mendatangkan penghasilan bagi masyarakat. Memasuki tahapan pembangunan lima tahun pertama, yaitu semasa kepemimpinan Bupati M. Soekat Soebandi, Pemerintah Pusat mulai meluncurkan bantuan berturut-turut; tahun 1969 berupa Inpres Bantuan Pembangunan Desa Rp. 100.000,- per desa, tahun 1970 berupa Inpres bantuan prasarana jalan dan jembatan Rp. 50,- per kapita, tahun 1972 berupa Inpres Bantuan Pembangunan Gedung Sekolah Dasar dan tahun 1973 disusul pula dengan Inpres Bantuan Pembangunan Prasarana dan Penyediaan Sarana Kesehatan. Pada tahun 1971 telah dibentuk pula Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (BAPPEMKA) Bekasi dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 1/1971, yang sekarang dikenal sebagai Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bekasi. Tahapan Pembangunan Lima Tahun Kedua dan Ketiga praktis sepenuhnya di bawah kepemimpinan Bupati H. Abdul Fatah. Pada masa itu seluruh pekerjaan jaringan Irigasi Tarum Barat telah rampung dan dapat mengairi secara teknis dan setengah teknis areal pesawahan seluas 30.000 Ha, dari luas keseluruhan 87.000 Ha. Bersamaan dengan itu dilaksanakan pula Program Bimas, Inmas, Inmum, Insus, dan pencetakan sawah yang disertai dengan pemberian kredit usaha tani. Hasilnya setiap tahun Daerah Kabupaten Bekasi mengalami surplus gabah, sehingga dapat menyumbang stock nasional dan sekaligus mendudukannya menjadi salah satu lumbung padi Jawa Barat. Mulai tahun 1974 dikembangkan pula kebijakan perencanaan Jabotabek, dan Kabupaten Bekasi terkait di dalamnya sebagai salah satu daerah penyangga dalam system Metropolitan Jabotabek dan mendapat fungsi untuk pengembangan industri dan permukiman dengan tetap mempertahankan fungsi pertanian. Dengan dilaksanakanya kebijakan tersebut, investasi disektor industri dan pemukiman, baik PMA, PMDA, maupun swasta nasional menjadi luas, sehingga membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang besar bagi masyarakat. Kedua momentum pembangunan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Pimpinan Daerah H. Abdul Fatah, sehingga pendapatan daerah melonjak tajam dan seiring dengan itu kesejahteraan masyarakat meningkat. Pada masa itu dibangun Kantor Pemerintah Daerah yang baru di Jalan A. Yani No. 1 Bekasi, dibangun pula stadion, gedung olahraga dan monument daerah, serta fasilitas-fasilitas umum lainnya. Pembangunan infra struktur pun berlangsung amat cepat. Wal hasil berbagai kondisi tersebut saling bersinergi satu sama lain sehingga kiprah pembangunan di Kabupaten Bekasi menjadi sangat pesat. Terkenal pada saat itu Motto pembangunan yang dicanangkan Bupati H. Abdul Fatah : setitik air dan sejengkal tanah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Setelah selesai pengabdian dipemerintahan, beliau melanjutkan pengabdiannya di masyarakat dengan memimpin Yayasan Pendidikan Islam Empat Lima dan mendirikan Universitas Islam 45 (UNISMA). Tahapan Pembangunan Lima Tahun Keempat dan Kelima bertepatan dengan masa kepemimpinan Bupati H. Suko Martono. Pada masa itu pembangunan disektor pertanian tetap signifikan. Namun perhatian yang lebih besar diberikan pula kepada sector industri dan pemukiman. Disamping itu perhatian yang besar juga dilakukan terhadap sektor perpasaran, yakni dengan melakukan renovasi dan pembangunan pasar-pasar tradisional, serta memfasilitasi pembangunan disektor keagamaan ditandai secara monumental dengan pembangunan Islamic Centre dan pendirian Yayasan Nurul Iman yang sampai saat ini dikelola beliau. Tahap Pembangunan Lima Tahun Keenam bertepatan dengan kepemimpinan Bupati H. Mochammad Djamhari. Beliau memulai kiprah pembangunannya dengan Motto "Back to Village" (Kembali kedesa) dengan mengadakan berbagai proyek-proyek percontohan disektor pertanian. Disamping itu kepada para investor perumahan dikenakan kewajiban untuk menyediakan fasilitas pendidikan sekolah dasar dan lahan tempat pemakaman umum. Pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Bekasi mendorong Kota Administratif Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Dengan diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996 terbentuklah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi dengan Ibukota di Bekasi meliputi luas wilayah 21.000 Ha lebih terdiri atas 7 kecamatan, yakni : kecamatan-kecamatan; Bekasi Utara, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Jatiasih, Pondokgede dan Bantargebang. Bupati H. Wikanda Darmawijaya memimpin Kabupaten Bekasi menjelang dan memasuki masa reformasi. Pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, maka system pemerintahan daerah berubah, sehingga menempatkan DPRD di luar Pemerintah Daerah, bahkan menjadi mitra yang sejajar dengan Pemerintah Daerah. Pemerintahan Daerah diselenggarakan secara lebih otonom. Pada masa transisi seperti ini eforia demokratisasi dan kebebasan cenderung mengemuka, namun berkat kerjasama yang baik antara DPRD dan Pemerintah Daerah semua itu dapat dilalui dengan mulus. Bahkan bersama DPRD tekad Bupati H. Wikanda Darmawijaya untuk membangun Daerah Kabupaten Bekasi yang bernuansa agamis dapat dirumuskan dengan visi " Manusia Unggul yang Agamis Berbasis Agri Bisnis dan Industri Berkelanjutan ". Wujud aplikasinya ditandai dengan, mengembangkan program Posyandu Unggul, penghapusan lahan prostitusi " Malvinas " yang dialihkan pemanfaatannya untuk bangunan Rumah Sakit Daerah dan pembangunan Masjid, juga pemberantasan buta huruf AI-Qur#an. Pada masa kepemimpinan Bupati H. Wikanda Darmawijaya tersebut Peraturan Daerah Nomor 82 Tahun 1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Pemindahan lbukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi mulai dilaksanakan. Pada saat mengakhiri masa jabatannya beliau telah berhasil membangun Gedung DPRD dan bangunan induk gedung Kantor Pemerintah Daerah serta bangunan perlengkapannya berupa Masjid di Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang Pusat. Pembangunan gedung-gedung Pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi tersebut dilanjutkan oleh Bupati berikutnya yakni Drs. H.M. Saleh Manaf. Bahkan pada masa beliau gedung-gedung tersebut mulai difungsikan, sehingga praktis pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi mulai dikendalikan dan pusat pemerintahan yang baru ini. Bersamaan dengan itu gedung-gedung pusat pemerintahan yang lama diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi dengan imbalan sejumlah dana yang dibayarkan secara angsuran. Pada masa pemerintahan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf juga terjadi pemekaran wilayah kecamatan dari 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 26 Tahun 2004 , tentang Pemekaran Kecamatan di Daerah Kabupaten Bekasi. Kepemimpinan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf dan Wakil Bupati Drs. H. Solihin Sari hanya berlangsung selama 2 (dua) tahun, sejak diberhentikannya kedua pejabat tersebut telah diangkat Drs. H. Tenny Wishramwan, M.Si sebagai Penjabat Bupati Bekasi untuk melaksanakan tugas memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi. Saat ini sedang dilaksanakan berbagai persiapan dalam rangka pemilihan Kepala Desa pada 165 desa. Sementara itu dengan selesainya proses hukum yang berkaitan dengan pemberhentikan kedua pejabat tersebut telah selesai maka selanjutnya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang defenitif dapat diselenggarakan.
I. DAFTAR NAMA BUPATI KEPALA DAERAH DAN KETUA DPRD KABUPATEN BEKASI
Bupati dan Kepala Daerah Kabupaten Bekasi
1). Periode (1949 -- 1951) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Suhandan Umar
2). Tahun (1951) selama 3 (tiga) bulan Jabatan sementara Bupati Bekasi selama 3 (tiga bulan adalah KH. Noer Alie).
3). Periode (1951 -- 1958) Bupati Bekasi dijabat oleh R. Sampoerno Kolopaking
4). Periode (1958- 1960) Bupati Bekasi dijabat oleh RMKS Prawira Adiningrat. Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat oleh Nausan.
5). Periode (1960 -- 1967) Jabatan Bupati dan Jabatan Kepala Daerah Swatantra Tk. II Bekasi dijabat dan dirangkap oleh Maun alias Ismaun.
6). Periode (1967 - 1973) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi dijabat oleh MS. Soebandi.
7). Periode (1973 -1978 dan 1978 - 1983) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Abdul Fatah.
8). Periode (1983 - 1988 dan 1988- 1993) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Suko Martono.
9). Periode (1993- 1998) Bupati / Kepala Daerah Tk. II Bekasi, dijabat oleh H. Moch Djamhari.